Kamis,
Debu-debu jalan yang bercampur dengan asap kendaraan.
Hari ini kau murni kelelahan..
Aku tahu kau sempat protes, kenapa?
Seharian ini ada yang membuatmu berpikir sangat keras kan?
Ya, Aku membaca mimikmu.
Kau tau malam ini bulan sempurna?
Eh. Tidak. Tidak!
Bulan tak sempurna tanpa bintang. Meski ia utuh sekalipun.
Bulan meski tak utuh sekalipun. Sempurna karena ada bintang.
Kau tau ibuku sangat senang sekali?
Sepertinya kau tak tau kalau aku telah bercerita sedikit
tentangmu. Bahayanya aku takut kau menyerah dengan perasaanmu.
Kau tau ada yang sedang aku perjuangkan disini kan? Kau tau
aku sangat bisu sekarang?
Kau tau aku sangat tidak ingin sering bertemu denganmu
karena itu membuatku selalu merindukanmu.
Ku katakan ini pada jalan panjang yang ku lalui.
Bersama dengan hisapan asap knalpot kotor.
Bersama dengan tiupan angin kendaraan yang melalui.
Beberapa tangan mengeluh di pinggiran. Mereka pudar bagai
awan. Aku pun lelah menyetir. Kau tau perjalanan Klaten Jogja sangat jauh.
Bagiku. Sekarang kau lihat? Tempatku dan tempatmu begitu juga.
Amat jauh.
Ya, apalah itu. Kita berbeda.
Kau begini dan aku begitu.
Aku seperti ini dan kau seperti itu.
Aku diketawai kesungguhanku padamu. Diuji juga.
Beberapa lelaki berlalu dan pergi. Dan lihatlah, hanya kau
yang bertahan. Eh. Ku pertahankan.
Kau lihat? Pucuk merah di lapangan hijau melayu.
Ya. Itu karena ia tak betah dengan musimnya.
Kau lihat? Aku pun juga akan melayu.
Ya. Itu karena aku tak betah dengan sikap tak acuhmu.
Ya, ini lah wanita. Banyak mau nya, susah dimengerti
kata-katanya. Itu yang ada di pikiranmu, kan?
Kau harus belajar bagaimana mengungkapkan perasaan.
Jangan aku terus yang maju.
Beberapa kali kutangkap senyummu. Sembunyi-sembunyi aku
dapat merasakan kebahagiaan itu. Tapi kau berusaha menyembunyikannya lagi. Aku
gusar karena tak pernah melihat wajahmu menatapku, kau berpaling dan terus
seperti itu. Ayolah jangan gugup lagi. Aku paham kamu, kamu juga harus
memahamiku. Bukan hanya paham sikap dan tingkahku yang berlebihan ini, terutama
jika kau ada di sekelilingku.
Aku selalu menghitung detik yang kita habiskan untuk saling
berbicara. Tak pernah lebih dari lima menit.
Aku selalu menghitung detik yang kita habiskan berdua. Tak
pernah lebih dari lima belas detik.
Selalu pergi. Pergi. Menghindar. Ya, kan?
Aku lelah tapi ingin sekali mencurahkan ini. Ijinkan ya?
Aku selalu membohongi kata-kataku.
Judul blogku sebelumnya aku berjanji tidak akan menulis hal
tidak penting seperti ini. Tapi ini masalah hati. Yaa Tuhaan.
Maafkan.
Pikirkanlah..
Berikan detik lebih lama lagi untuk kita saling bicara.
Dengan begitu kita bisa saling memahami.
Berikan detik lebih lama lagi untuk kita duduk, tak apa
berdua. Jangan selalu menghindar dan banyak alasan. Dengan begitu aku bisa
membaca hatimu.
0 komentar:
Posting Komentar