Minggu, 05 Oktober 2014

Ku ambil, ku hilangkan



Sebenarnya aku ini apa?
Titik yang tak terlihat?
Atau
Pecahan kaca yang berceceran.

Ya, bukan aku yang memegang kalian. Bukan aku yang mempunyai hak untuk bertutur lebih banyak. Setidaknya aku berpikir untuk kalian.
Terdengar muluk?
Terdengar bijak?
Kau tau saja aku paling pintar membual.
Hanya yang tak pernah kau tau,

Aku selalu serius memegang komitmen, yang biasa kau sebut prinsip.

Aku punya kabar bahagia, yang biasanya akan aku bagi bersama nama teman yang kupanggil sahabat. Tapi ya, bagaimana lagi.
Kabar bahagia itu akhirnya kutelan sendiri. Biarlah. Jangan tanya apa aku baik-baik saja. Kau tau aku tak akan pernah baik-baik saja.

Aku bukan pencari muka yang ulung,
Tidak pandai bertutur luhur.
Tidak pandai merangkai kata romantis untuk diungkap.
Tidak pandai mengekspresikan perasaan.
Jika aku cinta mungkin kelihatannya aku membenci.
Jika aku peduli mungkin kelihatannya akan seperti orang angkuh.
Jika aku mengatakan pergi mungkin sebenarnya aku selalu ingin berada disamping mereka, karena itu hangat.
Begitulah alasan kenapa aku begini.
Aku bukan pencari muka yang ulung.
Tak pandai mengekspresikan rasa.

Biarlah kata-kata sindir muncul sebagai tanda bahwa aku benci, padahal sebaliknya.

Merindukanmu sebenarnya,
bukankah karena aku berada dilingkunganmu aku menjadi makhluk sesempurna ini?
bukankah karena aku belajar darimu aku menjadi seorang wanita yang sedikit pantas?
Ah mungkin ini mimpi.
Nyatanya kau tidak sungguh-sungguh ingin aku ada.
Nyatanya aku ini kan pengganggu.

Kenapa ini aku sebut rahasia?
Karna siapapun yang aku maskudkan disini, tidak akan pernah membuka tulisan tolol seperti ini. Pengakuan yang kumiliki sendiri.

Jumat kemarin aku tumpah.
bukan karna lelah menghabiskan hari tanpa memejamkan mata, lelah mempunyai perasaan, bahkan lelah menjadi orang baik.

kenapa aku tidak kembali saja ke masa itu?
Masa dimana ada banyak sekali orang yang dengan senang hati menjadi musuhku.
Masa dimana temanku adalah tawa membahana, masa dimana aku tidak bisa melihat kebaikan dan keburukan pada waktu yang bersamaan.

Jumat kemarin aku tumpah. Dan malu pastinya.
Aku lelah mempunyai perasaan. Berdiri di atas kesempurnaan yang sebenarnya membuka kelemahanku.
Aku lelah mencintai dan merindukan.
Aku yang sekali-kali ingin ditunggu, juga lelah menunggu.

Aku menanti musim hujan, tapi dianya tak kunjung datang.
Aku membuka dan yang lainnya menutup.
Bukannya skenario Tuhan menang di atas segala-galanya?
bahkan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya menyipitkan mataku seolah ada cahaya yang nyata menyala membuatku terpejam lebih lama.

Perut bagian kanan atasku sekarang sering sakit.
Tapi bukan itu masalahnya,

masalahnya adalah,
kita tidak pernah tau sampai dimana batas usia kita di dunia.

Jika aku begini dan kondisimu lebih baik, maka mohon doakanlah aku agar segera berpangku kesejahteraan yang aku idam-idamkan.

Jika engkau begitu dan kondisiku lebih baik, maka aku akan menikammu dengan banyak sekali doa dan kalimat harapan.

Jika kondisi kita sama-sama baik,
kenapa tidak aku mencoba dan engkau mencoba?

Banyak hal yang ingin aku bagi. Baik berita yang akan menarik senyummu lebih lebar lagi, atau pun berita yang akan membuat kita menangis bersama lagi.
Aku punya semuanya.

Atau, memang lebih baiknya seperti ini?

Bukannya sudah aku bilang, "Aku adalah apa yang paling kalian inginkan untuk menjadi".


Pikiranku kacau. Maaf kalau ini berlebihan. Tapi benar.

Kenapa wanita harus selalu memikirkan perasaan? Kecewa, benci, rindu, cinta, sakit dan bla bla bla

Bolehkah aku mengenang sesuatu yang menyenangkan saja??
Kenapa yang justru kuingat adalah kata-kata yang menyakitkan.

kenapa banyak sekali kenapa di muka bumi ini.
kenapa pada akhirnya semua seindah skenario Tuhan.
Tapi kenapa kita harus dibuat sakit dulu agar mengerti?????!!!


Ah capek!
Kalau seperti ini yang kau inginkan, akan kuturuti!
Aku ini apa untuk siapa?

0 komentar:

Posting Komentar