Sabtu, 08 Februari 2014

Tidak ada makna apa-apa dibalik tulisan ini, tidak bermaksud untuk apa-apa juga.

Sinsitifitas satu orang dengan yang lainnya sungguh berbeda-beda.
Kawanilah mereka yang memusuhimu, maka cahaya perdamaian akan menuntun langkahmu untuk semakin dekat dengan tujuan.
Sebaiknya, berhati-hatilah dengan teman-teman terdekatmu, karena hanya merekalah yang berpotensi besar untuk menghancurkanmu.

Sebenarnya apa sih yang mau saya utarakan?

Kaki saya lama-lama capek juga. Harus kejar waktu. Belum lagi beban yang harus saya bawa kemana-mana. Junjung tinggi tanggung jawab. Sedangkan saya hanya mahasiswa biasa. Mahasiswa biasa yang harus memperlakukan semua orang dengan baik.

Saat menulis ini mungkin saya sudah tidak lagi menangis, tersedu atau kecewa.
Tapi saya bahagia, nantinya saya akan menjadi orang yang "pernah berada di tengah-tengah kalian".
Suka tidak suka, dimana ada kalian, saya ada.
Saya nggak tahu kalian masih menganggapnya seperti itu atau tidak. Dan saya juga nggak peduli.

Saya paling benci dikhianati oleh seorang teman dekat. Terdekat. Dobohongi dan di dusta-i. Pukulan yang keras semasa saya baru mengenal persahabatan.
Anehnya saya tetap saja gampang percaya kepada orang-orang.

Saya percaya seleksi alam. Saya harus dipertemukan dengan orang-orang yang salah dulu, baru saya belajar untuk mencari teman yang benar-benar bukan teman biasa. Demikian tetap saya menganggap siapapun yang pernah bersama-sama dengan saya, dia mempunyai kehadiran yang sangat penting, dan berarti.


Pertama nih..

Buku diary saya pernah di-ekspose di depan kelas oleh sahabat terdekat saya. Akibatnya, semua orang tahu tentang perasaan saya kepada seseorang yang demikian kuat saya jaga rahasianya.
Kalian bisa bayangkan sakitnya, pengkhianatan itu. Orang yang saya sayangi jadi menjauh, karena malu mendengar kata-kata pujian dan cinta saya kepadanya diketahui banyak orang. Begitu besar perasaan malu yang saya tanggung dan beban yang muncul karena cibiran orang-orang yang tahu rahasia saya. Mereka memandang remeh perasaan yang saya tulis pada buku diary itu.


Saya memusuhi sahabat saya itu sekitar dua tahun lamanya. Saya mengikrarkan diri untuk tidak lagi berhubungan dengannya tentu setelah kejadian itu.
Sejak itu saya benci pengkhianatan.

Tapi lihat,
Siapa orang yang sampai detik ini masih memikirkanmu, memikirkan kehidupanmu wahai sahabat? Saya.
Saya ingin sekali menemui anakmu dan memberinya sesuatu. Tapi mohon maaf, belum saatnya. Saya harus sukses dulu agar engkau merasa bangga pernah mengenalku.
Saat ini saya baru bisa mendoakan, semoga kau, anakmu menemukan sosok laki-laki yang bertanggung jawab dan gagah berdiri diatas keringat yang diperasnya sendiri. Kehidupanmu akan lebih baik lagi. Saya percaya.


Saya belajar dari itu.
Belajar lebih berhati-hati mengelola persahabatan.


Saya termasuk orang yang perhatian, kan?



Mengamati tingkah laku seseorang dengan detail dan mendalam.
Saya tidak ingin salah lagi menilai seseorang.
Saya adalah badut yang memakai topeng dan pakaian buncit.
Agar sesama merasakan, betapa lucunya kehidupan itu.

Dihina? Direndahkan? Saya sering.
Tetangga itu adalah orang yang mengaku keluarga, akan tetapi tidak sepenuhnya mengeluargai.
Dibicarakan adalah hal yang biasa. Dibenci juga wajar.
Tapi maaf, saya makhluk Allah yang tinggi kedudukannya di dunia, sama seperti yang lainnya. Tidak pantas untuk direndahkan.
Jangan kaget.
Saya pernah dikatai,
"Anak nakal"
"Anak bodoh. Tidak lolos masuk sekolah negeri"
"Anak tukang *****"
"Sok pintar"
"Tidak pernah tersenyum!"
"Wajah pemurung! bodoh"
"Anak miskin"
"Sok kaya"
"Jelek"
"ngaca"
"Nggak pantas kamu!"
"Wih punya baju mahal"
"Ibu kamu tuh *****"
dan bla bla bla. Saya sampai takjub dengan olokan mereka.

Nggak nyangka kan?
Itulah tetangga. Bermacam-macam bentuknya. Untung, saya seorang badut.
Kenapa mereka senang sekali mengurusi urusan orang lain? Sampai-sampai lupa mengurus diri.

Tapi lihat,

Tanpa olokan mereka, saya tidak mungkin mempunyai semangat seperti ini.
Terimakasih, tetangga.




Sekarang..
Apalagi?

Dituduh mencampakan persahabatan? Ya, saya sering. Dibilang "sekarang sombong" dan lain sebagainya. Saya kenyang sama kata-kata itu.

Dengar, bukan karena kalian tidak baik maka saya jauh dari kalian. Semua yang saya kenal adalah orang-orang baik, hebat, dan paling berkesan.
Saya hanya sedang mencari, masih mencari seseorang yang bisa saya ajak susah dan senang bersama-sama. Tidak hanya maunya senang bersama tok. Itu bukan Sahabat namanya.
Saya tidak mencari teman yang cantik, atau pinter, atau kaya kok. Bercita-cita mempunyai teman yang bisa diajak SUSAH dan SENANG bersama-sama apa salah?
Dan yang pasti, teman yang mengerti saya dan selalu mengingatkan saya tentang kebenaran.


Mungkin kalian mulai merasa tulisan ini nggak penting.
Tapi tulisan yang nggak penting ini adalah sebagian dari hal-hal yang pernah membuat saya menangis. hehe.


Apalagi?
Diomongin? Dibenci? Haduh..
nggak usah dibahas disini. Orang ada yang nge "like" pasti juga ada nge "dislike" kan?, jadi terserah kalian yang menilai saya. Saya kan hanya objek penilaian kalian.

Apalagi?
Disakiti?
Sering.
Disindir?
Sering.
"Temen apaan? Maunya sama orang-orang pinter tok. Dasar Diskriminatif"
Saya pernah dengar kata-kata itu dari mulut teman yang pernah sangat dekat dengan saya.
"Siapa kamu?"
Sindiran yang bikin saya makin kuat.
"wah mentang-mentang udah bisa apa-apa sendiri, sekarang nglupa"
Hemmm......... ini sering keluar masuk telinga saya.
Emang salah ya hidup mandiri? Tidak menyusahkan orang lain?
Tapi terimakasih, saya berhutang budi kepada kalian yang susah-susah berusaha membantu saya--dengan IKHLAS. Semoga.


Apalagi nih?
Oiya masih disakiti.
Sekarang saya kurang apa coba?
Saya punya seorang sahabat. Dan saya pernah suka sama seseorang yang covernya mulus, lebelnya positif, tapi isi di dalamnya negatif.
Sangat negatif. Saya melihatnya melakukan sesuatu yang tidak sepantasnya untuk dilakukan bersama dengan sahabat saya.
Saya ikhlaskan dia. Beri dia nasehat. Memaafkan dia. Memberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Karena saya sadari dia punya potensi yang besar untuk mencapai puncak karir. Pendidik yang superior. Otak yang kinclong. Dan saya sadar betul dia tetaplah teman saya, dan saya bertanggung jawab atas itu. Saya diamkan dia supaya berpikir bahwa yang dilakukan itu salah. Saya memaafkan dia karena kasihan dengan dia. Saya dekati dia karena saya peduli, tidak ingin dia mempunyai musuh.

Tapi lihat,
Dia dengan angkuhnya berjalan diatas jembatan paling terang menuju cita-citanya.
Ikut menganggap enteng saya dengan tatapan culasnya.
Sangat menyakitkan.

Tidak apa.
Tanpa dia, saya tidak akan belajar untuk memaafkan dan mengikhlaskan apa yang telah terjadi.

Dan yang terakhir.
Saya mungkin mengecewakan beberapa orang karena keputusan saya.
Saya sadar betul ini keputusan yang buru-buru.
Dan saya sadar betul ini kesempatan yang akan menjadi kesempitan jika saya tinggalkan.

Berada dalam dua organisasi, dan amanah yang sama-sama besar.
Saya tidak mungkin meniggalkan salah satu.
karena dua organisasi ini tempat saya belajar.
Hanya ingin SEMPAT sebelum SEMPIT.

Ternyata malah membuat banyak orang khawatir saya tidak akan amanah dan maksimal di keduanya.
Jujur, saya sendiri masih goyah,
tidak tahu harus bagaimana nanti.
Tapi lagi,
ini lah yang namanya belajar.
Keduanya akan menyibukkan saya. Dan inilah yang menjadi alasan terkuat saya kenapa saya berada di keduanya.

Saya tidak mau sibuk memikirkan hal-hal yang membuat hati saya lemah. Yaitu, jatuh cinta.
Semoga dengan waktu sempit saya. Saya tidak akan menangisi laki-laki, berharap lebih dan mengemis cinta lagi. Saya nggak akan punya waktu untuk itu. hehe
Itu masih harapan, dan komitmen saya di tahun ini.

Saya ingin di tahun ini, saya mendapatkan jejak pembelajaran dari kedua organisasi ini.
Sehingga, di tahun mendatang, saya hanya tinggal memikirkan tugas akhir, dan fokus menyelesaikan kuliah.
Setelah ini saya akan lepas dari keduanya. Dengan perasaan bahagia dan penuh hasil, yaitu pembelajaran yang luar biasa.

Saya paham mereka kecewa dengan ini. Tapi maaf, ini untuk kesehatan hati saya.
Dengan sibuk, saya tidak akan mengurusi hati saya yang sering menangis karena terlalu sering berharap. hehe.


Semoga tidak ada yang membaca ini ya? Ini rahasia.
Sebenarnya saya malu menuliskan ini. Mungkin ini kurang objektif karena ini cuman opini dan perasaan dari saya sendiri.
Saya tidak tahu apa yang ada dipikiran kalian mengenai ini.
Ini hanya teriakan yang mengganggu pikiran saya selama berhari-hari.
Jadi mohon dimaklumi dan jangan terlalu dianggap apa.


Hai..


-saya yang merindukan kalian semua-

0 komentar:

Posting Komentar