Jumat, 07 November 2014

Dengungan Rasa


Gambar: Kaskus.co.id


Setidaknya ada niatan untuk menunggu
Tak apa walau payah aku memimpikan nyali mu
Tak apa walau kelu rasanya menjatuhi hariku dengan rindu

Sekenal-kenalnya makhluk dengan Tuhan
Keistimewaan esok adalah hal yang jatuh lebih mulia dari pada kekecewaan yang terpelihara perasaan suci dan dalam.
Berikan satu kali lagi kesempatan untuk melihat, tidak hanya sentuhan malam, tetapi juga kelembutan pagi
Dingin dan mengharu biru

Satu dua kali ujian tidak apa. Sungguh nyawa makhluk-Mu ini adalah bukan apa-apa.
Dibandingkan dengan jutaan wajah yang tersapu debu jalanan gegara dilucuti untuk mencari uang tetapi bukan untuk mengisi perutnya dengan nasi. Jutaan wajah itu menengadahkan tangan bukan untuk mengisi pundi-pundi rupiah demi sekolah. Jutaan wajah itu dilucuti oleh orang yang tak pernah memimpikan untuk bertemu Tuhan.
Tak punya moral humanistik. Jauh lebih bandit daripada penguntit gepok rupiah dari laci kesejahteraan rakyat. Tapi kebanyakan orang lebih berteriak kepada kesengajaan yang ditonjolkan di muka umum. Lebih hina daripada anjing jalanan yang kencing di sembarang wajah.

Satu dua juta kali kegagalan tidak apa, sungguh.
Benar nyawa makhluk-Mu ini adalah butiran nafsu.
Harapan mana bisa dibedakan dengan ambisi dan obsesi. Sekali dayung ingin tiga empat pulau terlampaui. Tapi, ini sungguh bukan dunia jika banyak orang menyatakan “hidup selurus-lurusnya, mati tanpa membawa apa-apa”
Lebih mudah melihat kesukaran pada diri sendiri, daripada memelototkan mata ke arah yang lebih rendah.
Merasa diri paling payah, menderita takdir buruk yang teramat menyiksa.
Lalu kita lupa sesiapa yang masih berpayung pada rumah kardus di bawah jembatan? Sesiapa yang masih luntang luntung kelaparan?
Kau pikir makhluk Tuhan itu hanya ada dalam dongeng yang melambung dengan ending yang bahagia?
Lama tak bersua dengan ajaibnya tangan Tuhan. Semoga menyentuh mereka-mereka yang butuh hidayah.
Lama tak bersua dengan janji-janji kemuliaan. Semoga kesejahteraan atas mereka sekalian.
Limpahan karunia tak terkira yang membuat kita berpikir.
Ah, ternyata ini bukan ujian. Ini bukan apa-apa.
Bukan Tuhan mengadzab, bukan Tuhan tak suka dengan kita.
Ini cara Dia mengajari kita, untuk bersyukur.

Dalam kemelut kabut menyesakkan dada. Doa-doa kaum terhasut tak menjadikanmu lebih terlihat buruk.
Dalam kalut mata-mata mengairi raga dengan kisah sedih tak tertahankan.
Mulut yang bungkam sebentar lagi akan berteriak. Muka yang berpaling sebentar lagi akan menghadap. Napas yang serius menjalar, sebentar lagi akan berhenti tanpa paksa.
Dan kemudian jika sudah tidak ada lagi kemudian..
Impianmu sudah bukan apa-apa lagi Pit.
Ujianmu bukan tentang yang paling diminta Tuhan lagi.
Hanya jika kita tidak mengerti tata bahasa kita bisa saling memahami lewat rasa.
Dan begitulah Tuhan memberikan isyarat tak berbatas.



0 komentar:

Posting Komentar