Rabu, 19 November 2014

P e r t a n y a a n



Bukannya telah jelas?
Apa dan bagaimana itu tidak mungkin kenapa.
Kapan dimana menjadi apa, dan kapan apa menjadi bagaimana..
Ini sekali lagi, bukan lagi soal karena.
Serahkan kemelut keraguan dari yang bukan apa-apa, menjadi sah untuk diliputi rasa aman.
Mulai dari hal yang sederhana saja,
Misalnya menjawab pertanyaan besar, mengapa.


Jika mereka bertanya siapa surga dibalik surga, maka khalifah yang membela mulut sambil menarik ujung rambut akar dari dalam bumi lah yang tak hirau ketika harus memantaskan diri dan masuk melalui celah-celah.

Bagaimanapun, apa yang setelah pertanyaan mengapa tidak bisa menjawab dimana dan kapan akan menjadi “Yang mana?”
Sesudahnya, kami sudah tidak akan ada apa-apa lagi. Sesudahnya, demi diri otak ini akan kembali bekerja menyusun konsep.

Sejak banyak orang mempertanyakan sajak yang tak beraturan
Orang-orang dengan membawa kayu bakar pergi ke tengah untuk menyalakan kehangatan
Orang-orang itu pemilih, terbukti dari cara mereka menyusun formasi kayu. Paling kuat diletakkan di tengah, paling rentang diletakkan di atas. Mereka mengusung satu-satu dan meninggalkan yang basah sendirian. Karna kayu yang basah, tidak bisa menimbulkan api.

Hingga sebagian besar dari ketakutan yang paling memikat menyeruak. Ubun-ubun seperti sehabis ditempeleng botol soda dan menimbulkan luka lainnya dari dalam organ hati yang kusam.
Semakin banyak orang yang bertanya, semakin banyak penjelasan. Penjelasan menyebar ke permukaan. Hingga air yang ditawarkan tak menjadi solusi kecemasan, akan tetapi buntut dari segala kecemasan.
Dimana kata Tuhan, Surga diletakkan?
Bukannya dibawah kaki beribu, dan ibu yang berkaki?
Dimana kata Tuhan, keikhlasan diletakkan?
Bukannya dibawah ketiak yang selalu menyeimbangkan suhu badan?
Dimana kata Tuhan, kerinduan dilabuhkan?
Bukannya melingkar di jari manisnya?

Kata bumi, dia mengenang alam dan proses terjadinya.
Aku maunya tak percaya, tapi singgasana melimpahkan air rasa penuh jawaban dari segala.. kesempatan yang tertinggal, ketakutan, kesendirian, kekalutan, kerinduan, kebermaknaan dan keterasingan.

Aku maunya tak percaya, tapi langit memproyeksikan jawaban lewat gulungan awan yang membentuk sederet pernyataan.

Aku hampir-hampir rindu, lagi,
Tapi meski dimana akan berupaya menjadi kapan.
Meskipun, apa yang diidam-idamkan merawat diri untuk membuntuti bagaimana,
Akan selalu ada kenapa yang terjawab mulus. Menyebar ke permukaan rasa.


0 komentar:

Posting Komentar