Bukannya telah jelas?
Apa dan bagaimana itu tidak mungkin kenapa.
Kapan dimana menjadi apa, dan kapan apa menjadi
bagaimana..
Ini sekali lagi, bukan lagi soal karena.
Serahkan kemelut keraguan dari yang bukan apa-apa,
menjadi sah untuk diliputi rasa aman.
Mulai dari hal yang sederhana saja,
Misalnya menjawab pertanyaan besar, mengapa.
Jika mereka bertanya siapa surga dibalik surga, maka
khalifah yang membela mulut sambil menarik ujung rambut akar dari dalam bumi
lah yang tak hirau ketika harus memantaskan diri dan masuk melalui celah-celah.
Bagaimanapun, apa yang setelah pertanyaan mengapa
tidak bisa menjawab dimana dan kapan akan menjadi “Yang mana?”
Sesudahnya, kami sudah tidak akan ada apa-apa lagi. Sesudahnya,
demi diri otak ini akan kembali bekerja menyusun konsep.
Sejak banyak orang mempertanyakan sajak yang tak
beraturan
Orang-orang dengan membawa kayu bakar pergi ke
tengah untuk menyalakan kehangatan
Orang-orang itu pemilih, terbukti dari cara mereka
menyusun formasi kayu. Paling kuat diletakkan di tengah, paling rentang
diletakkan di atas. Mereka mengusung satu-satu dan meninggalkan yang basah
sendirian. Karna kayu yang basah, tidak bisa menimbulkan api.
Hingga sebagian besar dari ketakutan yang paling
memikat menyeruak. Ubun-ubun seperti sehabis ditempeleng botol soda dan
menimbulkan luka lainnya dari dalam organ hati yang kusam.
Semakin banyak orang yang bertanya, semakin banyak
penjelasan. Penjelasan menyebar ke permukaan. Hingga air yang ditawarkan tak
menjadi solusi kecemasan, akan tetapi buntut dari segala kecemasan.
Dimana kata Tuhan, Surga diletakkan?
Bukannya dibawah kaki beribu, dan ibu yang berkaki?
Dimana kata Tuhan, keikhlasan diletakkan?
Bukannya dibawah ketiak yang selalu menyeimbangkan
suhu badan?
Dimana kata Tuhan, kerinduan dilabuhkan?
Bukannya melingkar di jari manisnya?
Kata bumi, dia mengenang alam dan proses terjadinya.
Aku maunya tak percaya, tapi singgasana melimpahkan
air rasa penuh jawaban dari segala.. kesempatan yang tertinggal, ketakutan,
kesendirian, kekalutan, kerinduan, kebermaknaan dan keterasingan.
Aku maunya tak percaya, tapi langit memproyeksikan
jawaban lewat gulungan awan yang membentuk sederet pernyataan.
Aku hampir-hampir rindu, lagi,
Tapi meski dimana akan berupaya menjadi kapan.
Meskipun, apa yang diidam-idamkan merawat diri untuk
membuntuti bagaimana,
Akan selalu ada kenapa yang terjawab mulus. Menyebar
ke permukaan rasa.
0 komentar:
Posting Komentar