Stars

Bintang adalah nama lain dari keindahan. Bagi siapa yang menguping pada angin yang berbisik takdir kepada sang langit, maka ia akan tahu rahasia besar bintang. Sebagai obat rindu.

Moon

Bulan adalah lambang kesetiaan. Sama seperti bintang ketika mengitari. Ia tak pernah ingkar janji dan akan selalu beredar. Sayang, kadang remang, kadang bersinar terang sekali. Kadang bulat utuh, kadang sabit sekali. Waktu adalah nyali keutuhan. Dimana dia berlindung, disana rahasia hati mengitari.

Rain

Hujan adalah rahasia besar. Tidak ada yang tahu kapan akan tiba dan kapan akan berhenti. Apakah datangya mengundang gemuruh langit atau hanya menyusuri lembut kulit. Tapi kesakitan hujan dapat membuat rindu menyeruak. Tak akan ada yang bisa menolongmu. Selain naungan tinggi dari Sang Maha.

Metamorfose

Kita adalah hasil dari metamorfose. Hanya kita yang tahu, siapa dan apa saja yang terlibat dalam proses pendewasaan diri kita masing-masing. Bagian dari Rahasia.

Ocean

Tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam sana. Entah arus yang mematikan atau ikan-ikan menakjubkan yang tenang berenang.

Minggu, 22 November 2015

Syair Senja

Credit dekstopianet


Memuat kembali ingatan ketika perasaan jatuh cinta tiba-tiba mendera
Pertama kalinya dalam seumur hidup, merasakan kegamangan yang teramat sangat
Bertemu malu, tak bertemu rindu..

sebuah janji terbentang di langit biru
janji yang datang bersama pelangi
angan-angan pilu pun perlahan-lahan menghilang
dan kabut sendu pun berganti menjadi rindu
sejak saat itu langit senja tak lagi sama

angan-angan pilu pun perlahan-lahan menghilang
dan kabut sendu pun berganti menjadi rindu
sejak saat itu langit senja tak lagi sama


Syair lagu "Memulai Kembali- Monita"

Bagaimana cara memelukmu? sedangkan mendengarkan kata-kataku saja kau tak mau
Bagaimana aku bisa terus mempertahankan janjiku? sedangkan menatapku saja kau penuh ragu
Bagaimana aku bisa lepas darimu? sedangkan senyummu selalu saja memberikan arti yang dalam

Ajari aku menolakmu untuk sepersekian detik saja
Ajari aku untuk membencimu dengan membabi buta
Ajari aku untuk alergi berada di dekatmu

Aku memelukmu dalam jatuhmu, aku menciummu dengan doa-doaku, aku rangkulmu dalam setiap langkahmu, tapi kau telah menggenggam tangan orang lain. Bersandar pada orang lain. Bersendahara cinta dengan orang lain.

Aku bohon ketika aku bilang aku tak mau lagi peduli
Langit biru menjadi penawar candu
Hujan lebat menjadi penyampai pesan rindu
Seandainya cinta seperti ini salah lalu cinta yang bagaimana yang benar?
seandainya cinta seperti ini salah, bagaimana aku bisa keluar dari kondisi seperti ini?

Terimalah tanganku ketika aku ingin menggenggamnya,
Penuhi pintaku ketika aku menginginkan senyumanmu,
Terimalah perasaanku sesalah apa pun ini
Penuhi panggilan rinduku ketika aku menginginkan hadirmu

Bagaimana ini? aku ingin lebih banyak momen tercipta. Tapi dunia tidak hanya terisi kita berdua.
Hanya aku dan kamu yang tahu, bagaimananya masing-masing..

Senin, 08 Juni 2015

Aku akui ini Bintang

Gambar: google.com


Kenapa bintang tiba-tiba menjadi populer sekali?
Banyak orang dengan ramah renyah memandanginya.
Bahkan tak lugu memperhatikan sesampingnya lagi.
Sadar atau tidak yang disampingmupun ingin kau perhatikan seperti bintang-bintang itu.

Berharap akan ada bintang jatuh? Tidak usah muluk.
Memang bintang jatuh bisa memberimu apa?
Aku lah disini bisa memberikanmu tidak hanya apa yang aku punya, bahkan apa yang aku tidak punya.

Aku tahu langit malam lebih indah. Tapi tak adil rasasnya jika engkau terus memandang ke atas.
Aku ini disampingmu.

Aldebaran, Spica, Sirius, Canopus, Xenon,
Memang menawan.
Apalagi jika dipadukan dengan sinar rembulan yang romantis.
Langit akan cerah. Dan suasana pantai akan membius kita pada tingkat kesadaran paling rendah.
Deburan ombak.. gemercik anak ombak..
Ditambah dengan lembutnya pasir pantai putih..
Kau mau tambahan musik romantis?
Membayangkan aku denganmu saja sudah membuatku susah berpikir jernih.
Bagaimana kau bisa hanya memperhatikan bintang?

Apabila aku tidak punya alasan lagi untuk rindu apa kau akan tetap memalsu?
Jangan terlalu menganggap bodoh aku.

Selasa, 19 Mei 2015

Ambigu



Bangun.

Setiap embun yang mengudara, perlahan hilang.

Setiap titik es yang terbawa angin, pasti mencair.

Bertengkar dengan kerumunan kebingungan lalu bingung saat kehendak dihadang oleh ketidaktahuan. Percaya atau tidak, bukan tubuhmu memang yang berada di sini tapi seluruh otakku seolah diprogram untuk selalu membahasakanmu dalam bahasa yang tidak mudah dipahami.

Kilasan cahaya dibalik mendung ibarat harapan-harapan kecil yang selalu menyanjung. Seperti badan ini kurang tidur namun mata meminta untuk tetap terjaga. Seperti kepala telah pusing namun hati meminta untuk selalu merasa. Bagi yang terkenang sepertiku mungkin anggapan bahwa mutiara hilang karena nilai jualnya pasti salah. Mutiara hilang karena sihir keindahannya.

Terlalu menuruti kerja rodi otak dan hati yang kadang saling tarik ulur, pecah dan berdebat mungkin akan membunuh perlahan. Dan lakumu  yang diam-diam melukai membuatku cemburu dan terus saja merindu.

Aku pernah melihat matamu serupa dengan pelangi yang pernah menampakkan keindahannya dihadapan mata kita

Aku pernah melihat senyummu serupa dengan mimik pesisir saat batu memecah ombak yang ganas menghantam karena terprovokasi oleh angin

Aku pernah melihat punggungmu menjauh serupa dengan cahaya bulan yang tertutup remang lambat laun kemudian hilang karena ditelan gerhana

Waktu serasa lebih dari 24 jam perhari, serasa lebih dari tujuh hari perminggu, serasa lebih dari empat minggu perbulan, serasa lebih dan lebih ketika rasamu menghujam palung jiwaku terdalam. 

Aku ketagihan rasa. Ketagihan merindu, ketagihan cemburu. Ketagihan sakit. Caramu untuk menelaah ribuan pertanda yang telah lebih dulu aku cipta.

Bagaimana bisa jalannya akan seterjal ini. Bagaimana bisa lukanya akan selama ini.
Kukata-katai langit-langit Bumi. Dasar mereka sangat tega sekali mencipta suasana syahdu untuk kebanyakan jiwa yang tersiksa karena rindu.

Mendekap. Saat itu aku dengan senyum murung benda-benda terpasang yang bertebaran bak kristal air yang membeku. Dingin. Dan kau tak akan pernah tau rasanya.
Cukup miring. Sendiri dan tak beralas. Tak punya alasan.


Senin, 16 Maret 2015

Sebuah Bahan Introspeksi: Ulasan Film "PK"

Dunia film memang menarik untuk diulas dan dijadikan bahan diskusi. Ada pro ada kontra, ada evaluasi kadang juga sebagai bahan introspeksi. Produksi film di dunia juga semakin meningkat tiap tahunnya, baik dari sisi kuantitatif dan kualitatif. Semakin lama semakin bermunculan film-film yang mengandalkan teknologi tinggi dalam pembuatannya dan memakan biaya yang luar biasa mahalnya.
Ada hal yang menarik untuk dibahas pada salah satu film yang membuat penonton dari seluruh penjuru dunia memunculkan pertanyaan. Pertanyaan mengenai eksistensi Tuhan.  Pemeran utamanya adalah Amir Khan, salah seorang tokoh di “3 Idiots”. Film yang saya maksud ini berjudul “PK”. Sutradaranya sama dengan film “3 Idiot”. Bedanya, sisi yang ditonjolkan dalam masing-masing film. Jika film “3 Idiot” memaparkan kritik pedas terhadap sistem pendidikan yang seringkali ditemui di kehidupan sehari-hari, maka film “PK” ini mengambil sisi yang kemudian menjadi sorotan kebanyakan orang, yaitu sisi Ketuhanan.

Sangat berani, kesan pertama ketika saya selesai menonton film ini. Mengingat nilai yang menjadi taruhannya adalah nilai Ketuhanan. Penggagas film ini sangat cerdas, agar tidak ada agama yang memprotes film ini, penggagas film ini akhirnya mengkritisi semua agama yang mempunyai pengikut paling banyak. Ambil contoh, agama Hindu, agama Kristen, agama Islam.

Berangkat dari pencarian Amir Khan (PK) atas remote pesawat luar angkasanya yang dicuri oleh orang India yang membuatnya tidak bisa pergi kembali ke planet asalnya lagi. Ia awalnya merasa kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang baru di planet yang menurutnya unik ini. Mempelajari sekitar sehingga dia akhirnya tahu cara berpakaian yang baik, memperlakukan orang lain, bertahan hidup dan mencari uang. Semua detail dari film “PK” ini membuat siapapun yang sedang menonton merasa tersentuh.

Perjalanannya mencari remote pesawat luar angkasa akhirnya yang membuat PK penasaran dengan eksistensi Tuhan. Setiap kali dia bertanya dimana dia bisa mencari remote pesawatnya yang hilang kepada orang-orang di Bumi, ia selalu mendapatkan jawaban “tanyalah kepada Tuhan”. Hingga satu adegan yang menggelikan terjadi, PK yang menemukan Tuhan berbentuk sebuah patung kecil, cara beribadah di tempat ibadah yang berbeda dan unik. Hingga muncul istilah “salah sambung” yang menggegerkan jagad Bumi India.


Saya mendalami film ini dengan baik sama sekali tidak mau kelewatan detail film dalam tiap durasinya. Selama menonton, selalu saja ada hal yang tak terduga membuat kita terbahak. Namun setelah saya selesai menonton film ini, saya meneteskan air mata deras sekali. Entah atas dorongan apa. Lebih jelasnya, saya telah dibuat tertampar oleh film ini, bahwa menyembah Tuhan perkara yang mudah. Bahwa mengenali Tuhan kita, bukan perkara yang mudah. Kadang hal kecil, kesalahan kecil yang kita lakukan bisa menjadi bahan ejekan atau tertawaan orang lain. Hanya karena kita tidak tahu bagaimana berkomunikasi dengan Tuhan, maka segala sisi kehidupan kita akan menjadi berantakan, tak terarah, tak terbentuk dan tak beraturan. Oleh karena itu, film ini sangat bagus, menarik dan recommended untuk disaksikan sebagai bahan refleksi, perenungan dan introspeksi. Film yang sangat unik, menarik, dan wajib untuk ditonton. 

Minggu, 08 Februari 2015

Mengingat Mati



Sederhana sekali jika ingin sejenak melupakan kelu. Berbicara takdir dan proses terjadinya. Hanya dengan mengingat skenario indah Tuhan, otak akan berhenti bekerja untuk memaparkan luka. Hanya dengan membayangkan betapa jauhnya kita dengan masa lalu, otak akan berhenti mengungkit-ungkit debu dalam hati.

“Kita ini adalah sekarang. Kita adalah akumulasi dari masa lalu. Masa lalu adalah sejarah tempat untuk belajar proses terjadinya sesuatu. Masa depan adalah alasan kenapa esok kita harus hidup”.


Senang bertemu dengan kalian, pembaca yang setia..

Dua puluh tahun meneguk napas kehidupan, dua puluh tahun telah banyak memakan rasa-rasa dunia. Saya lahir bukan karena tanpa alasan. Bukan juga hanya karena satu alasan.
Orang-orang dimasa lalu sering memanggil saya dengan sebutan bakpao, bakwan (pia-pia), dan sebagainya. Mereka gemas melihat pipi saya yang sejak lahir sudah kenyal-kenyal tembem ini.

Saya malu jika ada yang meminta kisah di masa lalu saya. Bukan hanya karena saya melukai banyak orang dengan perilaku saya yang buruk, akan tetapi juga karena saya tidak mampu menjaga diri saya dari perangai buruk saya sendiri. Berproses dari A sampai Z, bukan sekata dapat kita lalui dalam hitungan detik, akan tetapi sehuruf mendalami makna semusim, kemudian baru berganti huruf.

Hidup adalah musik. Indah sekali didengar. Alunannya menggetarkan dada meski tanpa lirik, seperti alunan lagu-lagu Yiruma. Buatlah musikmu seindah mungkin. Jangan berhenti di nada “do” paling rendah. Gunakan irama, jangan sampai tanpa makna. Buat yang mendengarkan kelak akan mengerti.

Saya dan keluarga yang keras kepala.

Dua puluh tahun hidup bersama, dan baru detik ini saya memahami mereka dengan begitu dalam.

Ayah. Maafkan anakmu ini. Ketika engkau sakit-sakitan, aku malah sering meninggalkanmu. Maafkan anakmu ini, tidak bisa tegas memprioritaskan keluarga. Kenapa engkau bohong dan tak mengatakan yang sejujurnya? Bukankan seburuk apapun kondisimu tetap anakmu yang bodoh ini harus tahu agar aku bisa memelukmu meski hanya dengan doa sederhana saja? Maaf untuk terlambat mengerti ternyata engkau begitu peduli. Ketika aku kesal dengan keputusan-keputusanmu yang kupikir egois aku selalu meluapkan kemarahan detik itu juga dengan mendiamkan. Lalu kalimat ajaibmu membunuhku dalam diam dan atmosfer menegangkan, “Kamu kenapa to marah terus sama Bapak? Mbok jangan gitu Bapak jadi sedih”. Luluh anakmu ini. Menjadi butiran debu yang mengikuti kemana angin membawa.

Ibu. Alasan keringatmu mengucur lebih banyak, adalah demi tidak mengecewakan banyak orang yang telah membantu kita. Egois sekali jika hanya berpikir alasanmu adalah aku. Bahkan aku sampai sekarang tidak mengerti engkau mendapat kekuatan dari mana bisa bertahan sampai detik ini. Ibu harus tahu, kalau ternyata Ayah juga sangat sangat sangat mencintaimu, Bu. Dia begitu keras kepala karena dia ingin melindungimu. Dia memang tak punya apa-apa, tapi dia selalu memikirkan kebaikanmu, kesehatanmu. Mungkin saja engkau kurang mengerti bagian ini, Bu. Tapi aku telah mempelajari skenario-Nya. Maafkan aku Bu, saat ini belum menghasilkan banyak uang untuk mengurangi beban yang harus kau tanggung.

Kakak. Tuhan mengirimkan malaikat yang begitu sempurna dalam keluarga kecil ini. Malaikat yang kuat dan selalu menjaga. Aku selalu berdoa kak, semoga engkau panjang umur dan sehat selalu. Semoga engkau lebih panjang umur daripada aku. Semoga engkau lebih sehat daripada aku. Terimakasih telah mau berbagi air mata ketika kita mengalami skenario yang membingungkan hati.
Mengingat mati adalah satu-satunya alasan agar kita bisa bersyukur masih diberi kesempatan menghirup udara pagi esok hari. Aku sadar aku semakin tua. Aku pun berproses. Detak jantung ini juga telah lama mengawani sejuta derap dan gelegar rasa.
Saat ini saya sendirian. Saya takut melupakan Allah ketika sedang sendirian. Maka dari itu saya menulis di sini.

Saya takut, tidak bisa menikah karena lebih dulu meninggal. Saya takut, tidak bisa membangun rumah yang besar kerena lebih dulu meninggal. Saya takut, tidak bisa menjadi penulis, impian terbesar saya, karena lebih dulu meninggal. Saya takut, tidak bisa hidup lebih lama untuk impian-impian besar saya.

Kenapa orang-orang begitu sibuk, sehingga lupa mengingat mati?
Andaikan besok saya mati, siapa orang yang paling sedih dan terpukul? Apakah calon suami saya? Apakah teman-teman saya? Apakah dia? Atau dia? Atau jangan-jangan dia? Bagaimana dengan keluarga saya? Apa mereka akan baik-baik saja?
Banyak sekali yang saya takutkan akhir-akhir ini.

Di jalan raya.

Ketika lampu merah menyala saya berhenti dan memandangi orang-orang disekitar. Mereka nampak terburu-buru sekali. Mereka sangat percaya diri sekali. Mereka sama sekali tidak takut mati. Ada yang mendesal-desal mencari celah agar lebih cepat mengejar waktu. Ada yang berulang kali melihat jam tangan. Ada yang celingak-celinguk memperhatikan sekitar penuh rasa khawatir. Ada yang tidak sabaran menunggu lampu berganti dengan berkali-kali membunyikan klakson. Ada yang tidak relah membiarkan satu motor lewat menyeberang ketika lampu telah menyala hijau dengan berteriak kasar. Ada yang memanfaatkan kesempatan untuk menggoda orang lain yang penampilannya agak mencolok dibandingkan pengendara yang lain. Beraneka macam orang dengan satu kesimpulan, “mereka tidak takut mati”.

Saya hanya ingin coba mengatakan.. Seberapa jauh kita dengan impian-impian yang kita kejar, adalah seberapa jauh kita dengan Tuhan. Saya tidak mempermasalahkan saya di masa lalu. Saya tidak membesar-besarkan saya di masa depan. Jalani hari ini dengan menghitung syukur dengan jari-jari, lihat, tidak akan cukup jemari kita mewakili syukur itu.

Jangan pusingkan komentar mereka yang tidak mengerti masa lalu dan masa depan kita. Jangan ambil hati pengecil hati yang selalu nakal melukai perjalanan dengan cemooh rendahan khas pengecut. Kritikan adalah bahan untuk berbenah diri. Kita ini adalah apa yang paling kita inginkan untuk menjadi. Terlalu banyak mendengar pujian juga menyakitkan telinga. Terus tumbuh dengan hati yang selalu menerima syukur. Hidup adalah hadiah dari Tuhan dari tiap milidetiknya. Hargai, nikmati dan syukuri setiap harinya!

Jumat, 30 Januari 2015

Berjarak, Mencetak Sejarah Baru, Ingatlah Selalu!

DIVISI PENGEMBANGAN MEDIA DAN WAWASAN ILMIAH
HIMA PPB FIP UNY
PERIODE 2014

“You were born to be REAL, not to be PERFECT”
“Don’t judge the book by its cover, because if you judge the book by its cover you might missing out an amazing story”

Payung itu kini sudah tidak peyok lagi. Payung itu kini melindungi segenap jiwa dengan bersedia menerima pukulan-pukulan hujan yang demikian lebat. Payung itu kini sudah tidak peyok lagi. Musim hujan yang panjang telah beralalu, kemarau menyapa dalam doa dan pengharapan untuk langkah di masa depan. Payung itu kini tak digunakan lagi. Payung itu kini tak akan disapa lagi. 

Payung itu telah berganti dengan yang baru.

Kemarau yang menggigit, meninggalkan musim hujan yang menggigil.
Pengganti! Bukan masalah musim hujan atau kemarau.

Pesanku: Agar kalian menggunakan payung dengan bijak ketika kemarau pun penghujan, jangan biarkan dia peyok karena terlalu berat menopang ketidakmampuanmu berpikir dan merasakan ketulusan, kebaikan, dan kebenaran.

Bersiaplah para pengganti...

Tidak ada yang menyangka saya akan terlibat sebegitu dalam dengan dunia organisasi. Dua periode pengurusan rasanya tidak akan pernah cukup bagi saya untuk menyelami makna organisasi. Mulus perjalanan menuju Roma. Banyak rute yang harus ditempuh, tapi rute yang saya pilih jauh berbeda daripada orang-orang pada umumnya. Lebih rumit daripada orang-orang disekitar saya. Tidak ada yang menyangka berada dalam kotak tak lebih dari 4x4 meter bisa mengubah hampir seluruh hidup saya. Ada yang menyemangati, ada yang menjatuhkan semangat, ada pula yang terus menjaga semangat untuk tak lelah menjalani roda kepemimpinan di Divisi PMWI. Kawan-kawan 2012, kalian seperti vitamin yang membuat saya memiliki kemampuan untuk bergerak lebih cepat dan dinamis. Kalian seperti aspirin yang meringankan sakit ketika migrain menyerang. Kalian seperti oase di padang pasir yang tandus. Tanpa kalian, bagaikan tanpa air. Tak mungkin akan dapat melalui perjalanan panjang ini. Terimakasih..

Amanah tidak akan jatuh pada pundak yang salah. Kekuatan dari kalimat ini entah seberapa besar, tapi yang jelas, ia memunculkan harapan baru pada masa jabatan saya yang telah mencapai puncaknya ini. Dua periode kepengurusan bukan waktu yang singkat, bukan juga tanpa makna. Seluruh perihal kehidupan semenjak saya menjadi pengemban amanah di HIMA telah memberikan banyak sekali pelajaran. Tentang pentingnya napas, pentingnya bernapas, dan pentingnya memberikan napas.

Terimakasih kepada kakak-kakak Pengurus HIMA tahun 2013. Juga terimakasih kepada semua kalian Pengurus HIMA tahun 2014. Maaf untuk tidak dapat membelah diri menjadi dua. Komitmen adalah bekal saya. Tidak nampak bukan berarti saya tidak bekerja. Muluk untuk menjelaskan maksud. Naik, turun tangga tidak menjadi masalah yang menjadi beban, ketika komitmen itu telah buru-buru terucap di awal perjalanan. Saya bukan manusia sempurna yang menjelma menjadi nabi, saya hanya manusia yang menuju menjadi sempurna. Maafkan jika banyak salah, namanya juga manusia.

Kondisi Umum

Divisi PMWI (Pengembangan Media dan Wawasan Ilmiah) merupakan devisi yang bertugas untuk mengembangkan bakat, minat dan potensi mahasiswa Bimbingan dan Konseling di bidang Media dan Wawasan Keilmiahan. Divisi PMWI memberikan ruang dan tempat seluas-luasnya untuk mahasiswa Bimbingan dan Konseling yang kreatif, memiliki banyak ide, gila diskusi, suka bekerja, ingin tahu lebih banyak informasi, menyebarluaskan informasi, menuangkan idenya dalam bentuk karya baik gambar maupun tulisan dan memiliki program kerja sebagai penggerak massa dalam bertukar pikiran agar tercipta perubahan yang lebih baik. Devisi PMWI tempat menguji daya cipa, rasa, karsa mahasiswa Bimbingan dan Konseling dan mengeksplorasi kemampuan diri sedalam-dalamnya. Devisi PMWI merupakan pencetus pemikiran yang baru, hangat dan menginspirasi.

Kondisi Internal

Ungkapan HIMA adalah keluarga, bukan ungkapan gombal, akan tetapi ungkapan yang telah mendarah daging dan terbukti kebenarannya. Himpunan adalah tempat meluapkan rasa bersama dan bertukar cerita. Himpunan adalah tempat mengeksplorasi diri dan tempat mengembangkan diri. Himpunan adalah tempat kita mengenali siapa kita dan lingkungan baru kita. Himpunan ini memiliki Divisi Pengembangan Media dan Wawasan Ilmiah yang terdiri dari:

Kepala Divisi: Pipit Septiani
Ucapan terimakasih ini ingin sekali saya haturkan sejak pertama saya mengemban amanah. Ucapan terimakasih ini ingin sekali saya tanam, siram setiap hari agar tumbuhnya subur dan nampak kesegarannya setiap hari. Ucapan terimakasih ini ingin sekali saya haturkan kepada sosok yang telah mempercayakan amanah ini. Ucapan terimakasih ini ingin sekali saya haturkan kepada sosok yang telah sabar menerima absen saya, sosok yang telah bijak memandang organisasi yang dipimpinnya. Terimakasih Wildan Isnaini Yahya. Saya bukan siapa-siapa tanpa seorang Wildan. Ketidakbijakan saya mungkin telah melukainya, bersyukur sosoknya adalah sosok yang pemaaf dan dapat melihat satu hal dari berbagai sisi. Salut! Saya angkat topi untuk keberhasilannya mengendarai HIMA.
Maaf apabila diri ini tidak mendaya ketika yang berbaur tak lagi murni melengkapi. Maaf apabila, terkesan menduakan atau men-tiga-kan urusan sepenting ini. Maaf apabila kata dan hati bersatu maksud, tetapi dalam penyampaiannya tidak berkenan di mata teman-teman sekalian. Maaf untuk tidak memberikan sepenuhnya, seluruhnya. Karena sebagian alasan, memang tidak butuh untuk diungkapkan. Maaf untuk telah mencederai kehadiran dengan berbagai macam kesibukan. Bagi saya, belajar adalah proses mendewasakan diri. Belajar adalah mengenali sekitar dan memperluas jangkauan. Belajar adalah lebih banyak salahnya daripada benarnya, belajar adalah lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya. Belajar adalah proses menyakitkan yang membuat kita menemu hikmah. Belajar adalah perjalanan panjang tiada henti, dari mulai ditiupkannya ruh sampai mata terpejam nanti. Ini adalah alasannya. Jika mengekang diri di situ-situ saja, saya tidak akan pernah belajar. Butuh “bersama orang yang tepat di tempat yang tepat”, untuk membantu kita tumbuh berkembang.

Tidak ada ketidaksengajaan yang disengaja, atau kesengajaan yang ditidaksengajakan. Semua bukan kebetulan, tapi memang sudah digariskan sejak awal; bahwa kita akan bertemu.

Rufaida Dwi Nurani
Hal yang kecil terkadang sengaja diabaikan, sengaja dikesampingkan, sengaja disingkirkan. Tapi tidak dirimu, adik yang mbak anggap sebagai adik paling kecil. Justru dari hal kecil-kecil darimu dik, mbak jadi melihat sesuatu yang melebihi kesempurnaan. Hal kecil-kecil yang dirimu luapkan adalah bentuk kesetiaan tiada banding. Mbak meliat perjuangan yang tak pernah orang lain lihat. Pada awal kepengurusan HIMA 2014, mbak melihat semangat yang terpancar darimu yang mungkin orang lain tidak lihat. Kehadiran adalah bentuk kesetiaan yang tidak tergantikan. Terimakasih untuk terus berproses. Kita kini adalah bahan reflesksi. Untuk adik-adikmu yang akan melanjutkan langkah kakak-kakakmu yang sudah semakin patuh pada waktu untuk mengucapkan “Selamat Tinggal”. Bukan berarti kita tidak akan berjumpa lagi, kita bernegoisasi dengan waktu dan membentuk kata ‘sepakat’ untuk saling bertukar cerita, kapan pun, dan dimana pun. Saling belajar dan membelajarkan. Indah bukan?

Hana Gilang Sukmawati
Hana. Warna kesukaanmu apa? Lagu kesukaanmu apa? Makanan favoritmu apa? Buku yang paling kau suka? Kapan kita ringan berbincang tentang hal-hal yang paling sering orang lakukan? Payah sekali aku ini. Hana pantas untuk menjadi kakak, eh, tapi jika ingin bertukar peran menjadi seorang adik, bukan masalah. Kita masih pantas dibilang keluarga kan? Meskipun kakakmu ini sering ngilang-ngilang, dan lupa menyapa ketika berpapasan di jalan, atau ketika kamu sedang mengobrol ringan dengan teman-teman yang lain di depan kantin, tapi ingin rasanya mengenal sosokmu lebih dekat.

Kakakmu ini seorang cenayang, mau bukti? Kalau kuat bilang kuat. Kalau sakit bilang sakit. Kalau keberatan bilang keberatan. Kalau tidak bisa katakan tidak bisa. Jangan bohongi kami dengan tubuh sok kuatmu itu. Belajarlah untuk bisa dimengerti orang lain. Jangan hanya kamu saja yang boleh mengerti orang lain. Ijinkan saya dan teman-teman untuk mengerti kamu juga. Terimakasih untuk kehadiranmu selama ini.. Maaf untuk tidak bisa menjadi orang paling nyaman jika saja seharusnya begitu. Selamat melanjutkan pilihan.. kemana pun kamu nanti, semoga orang-orang disekitarmu lebih bisa merengkuh dan menjagamu dalam kehangatan suasana keluarga dalam organisasi.

Khilsa Azkania
Pernah dengar lagu instrumental “river flows in you” milik Yiruma? Khilsa, lagu itu metafora-mu. Seorang Khilsa yang sangat pendiam. Saya rasa semua orang juga begitu ketika baru mengenal. Awalnya sangat pendiam. Lagu river flows in you awalnya juga pelan sekali. Sang pianis sengaja ingin memberikan kejutan pada reff-nya. Dan benar! Kamu mengejutkan. Sama seperti river flows in you. Saya melihat sosok motivator yang mengagumkan pada seorang Khilsa. Orang lain mungkin belum melihat itu. “Sungai mengalir dalam dirimu..” benar, kamu itu seperti kekuatan dalam arus air sungai. Tidak akan nampak karna bening airnya. Tidak mengandung rasa rasa juga. Tidak peduli batu, kerikil, ranting pohon jatuh dan mengotorimu, menghentikanmu, kamu akan terus mengalir dengan derasnya. Membuat arus yang mengantarkan orang-orang menuju tempat kemana-ia-ingin menuju. Kakakmu yang satu ini memang tidak pandai merangkai kata-kata menjadi lebih sederhana.. maaf membuat bingung dan semakin sulit. Terimakasih atas segala bantuanmu Cak.. mulai dari menjaga teman-teman yang lain, membereskan laporan pertanggungjawaban yang khayal untuk disentuh.. terimakasih telah menjadi sekertaris yang baik. Semoga dirimu bisa mengantarkan adik-adik menuju ke tempat kemana-ia-ingin-menuju.
Azkia Risky Amalia
Kenapa PMWI? Mungkin kamu masih belum menemu jawab. Kenapa juga harus kamu? Kakakmu ini juga belum menemukan jawabannya. Menyenangkan bukan menjadi bagian dari kami? Hal-hal kecil bisa kita banggakan bersama, misalnya majalah dinging tiga dimensi yang kita buat tidak dalam waktu yang singkat itu. Maaf dulu sudah ngotot-ngotot untuk segera memperbaiki mading yang rusak. Cantik ya? Memoar kenangan masa lalu pada saat kita kelaparan di sekre HIMA, bikin mading segede gambreng dan kemudian tertawa bebas bersama. Adik yang satu ini memang paling sensi kalau sudah kelaparan. Bukannya apa, pasti bakal merindukan mimikmu yang kadang menjengkelkan. Hati-hati dengan wajah jutek-mu itu dek, berapa orang yang sudah kamu bikin kangen dengan itu?

Azkia ini cerdas. Dia lugas, dan kalau sudah mempunyai keinginan, dia “harus!”, karena tekadnya yang kuat. Masih ingat ketar-ketirnya kami ketika mendengar berita kalau kamu ikut Seleksi Bersama Masuk PTN? Dulu saya takut sekali tidak ada lagi yang membuat suasana di Hima lebih hidup lagi karena tidak ada anak yang satu ini. Saya tidak pernah mendoakan agar kamu tidak diterima SBMPTN ya.. saya hanya mendoakan untuk yang terbaik.  Terimakasih telah menjadi bagian yang paling sempurna dalam perjalanan menemukan jawaban.. semoga Azkia lebih bijak dalam membersamai adik-adik Azkia nanti dan lebih jarang menampilkan wajah unmood-nya.

Indita Ika Noviana
Jangan takut kehilangan, takutlah ketika kamu tidak dapat menempatkan barang-barang pada tempat yang seharusnya. Karena nanti ketika ada orang yang susah-susah mencari, dia tidak menemu karena lupa menaruh barang-barang dari tempat yang semestinya.
Indita ini, seperti tombol on-off. Ketika tidak di mode on-kan dia akan diam, seperti orang yang tersesat di kebun tetangga. Ketika di mode on-kan dia akan gesit sekali dan bergerak tanpa henti. Kadang dia juga mudah di mode off-kan semangatnya. Tapi, ini tidak boleh lagi terjadi ketika nanti, Indita sudah mempunyai adik-adik yang butuh untuk diajak belajar bersama. Bangun kehangatan keluarga di HIMA, jangan jatuhi mereka dengan tanda-tanda kelemahan dari air mata, tapi jatuhi mereka dengan semangat mengukir karya dan berikan ruang bagi mereka untuk bergerak lebih leluasa.

Selalu sehat ya Dit, jangan lupa makan. Makan harus tiga kali sehari. Minimal dua kali sehari. Tidak boleh terlalu memaksakan diri. Tidak boleh terlalu mengambil pusing masalah yang sedang kamu hadapi. Terimakasih untuk bisa menjadi yang di-tua-kan. Maaf jika mbak bekerja kurang maksimal, sampai jumpa!

Azis Suryaman
Siapa Azis Suryaman? Siapa yang kenal Azis Suryaman? Mendengar kata-kata seperti itu seperti mendengarkan, “Apa itu PMWI? Siapa yang tahu PMWI?”. Lucu sekali. Alam mendengar, Dia menilai. Tidak mungkin yang pantas akan tersisihkan. Tidak mungkin yang rindu kemenangan akan terbuang ke selokan. Akan ada titik jenuh yang dialami oleh seseorang pada masa-masa tersibuknya. Semua orang mengalami. Pada saat itu siapapun tidak boleh mengeluh, lalu protes kepada Yang-Punya-Hidup agar keadaan berbalik, jika tidak dia akan kabur, memisahkan diri, menghindar, melakukan apapun sebebas-bebasnya. Karena apa yang kita alami sekarang adalah proses belajar yang mahal. Apa yang kita lihat akan menjadi kenangan sedetik kemudian. Apa yang kita bangun akan menjadi peninggalan, milidetik kemudian. Dan, apa yang lebih penting daripada Jejak? Satu-satunya alasan kenapa keringat mencucur lebih deras. Satu-satunya alasan kenapa langkah kaki melangkah lebih cepat dari biasanya. Tak perlu banyak orang yang tahu. Tapi seorang Azis harus tahu, bahwa penting untuk membuat kesan melalui jejak-jejak yang membuat HIMA harum namanya.

Jaga lima waktumu, jaga amanahmu. Panjang lebar orang-orang telah meberikanmu masukan, opini, fakta-fakta tentang organisasi, silakan pilah mana yang baik mana yang buruk. Tidak ada orang yang baik atau orang yang buruk. Hanya saja ada orang yang salah cara dalam menyampaikan maksud. Kalau kakakmu ini termasuk ke dalam salah satunya maafkanlah.. Kalau tidak, buka mata buka telinga lebih lebar dari biasanya. Terimakasih telah berusaha menjadi Azis. Sekarang siapa pun tahu, siapa Azis. Dan selanjutnya tidak usah dijelaskan panjang lebar lagi. Semua orang tahu apa itu PMWI, apa itu HIMA PPB. Sampai jumpa!

Fajar Ilham
Saya orang paling merasa beruntung dirimu ada ditengah-tengah kami. Dua tahun perjalanan harus cukup. Menimbang dan banyak kali bertanya, apa yang membuatmu pada akhirnya memutuskan untuk bertahan di organisasi ini setelah banyak sekali bujukan, rayuan dan permohonan? Ah tapi sekarang itu tidak lagi penting.

Terimakasih telah mau bersama-sama memperbaiki HIMA melalui PMWI. Jangan capek-capek menyapa, bertukar cerita, memberikan nasehat. Sebenarnya kalau boleh memberitahu, yang pantas untuk menjadi kepala devisi dan membersamai adik-adik 2013 adalah Fajar. Laki-laki akan lebih kuat daripada perempuan. Laki-laki tidak akan mudah mencampuradukkan urusan organisasi dengan perasaan-perasaan yang membuatnya bekerja tidak profesional. Dia cerdas, lebih kerja ekstra keras, bisa melampaui target-target, dan menguasai bidang-bidang ke-PMWI-an. Tahu? Ketika mendengar berita bahwa kamu akan keluar dari PMWI rasanya muaangkel. Siapa nanti yang akan memimpin PMWI? Akhirnya saya yang kena. Tapi saya bersyukur, kalian tetap mengiringi dan tak berpaling dari manapun. Eksistensi yang membanggakan. Terimakasih. Maaf untuk tidak membiarkanmu pergi. Karena adik-adik PMWI dan kami benar-benar membutuhkanmu. Maaf juga malah saya yang pergi-pergi. Jangan salahkan orang yang baru belajar ini. Fajar, masih ingat kata mas Dedi? “Tak selalu nampak tapi selalu ada. Seperti bintang”. Terimakasih!

M. Ilham Mubarok
Dua tahun perjalanan baru saya sadari kalau Ilham ganteng. Bukan gantengnya sih yang penting, tapi kehadirannya yang tak pernah absen dari rapat kecil-kecilan tidak penting, sampai agenda terbesar organisasi. Tidak ada hubungan sebab akibat yang tidak mengandung hikmah. Berkat seorang Ilham, musim terberat di HIMA seolah berlalu tidak ada lagi yang menerpa. Tenaganya.. pikirannya.. hatinya.. kantongnya.. dikorbankan demi meringankan peluh dan beban yang menggerogoti tulang teman-teman yang lain.

Jaga lima waktumu, kamu labih ganteng kalau terkena air wudlu. Gimana Ham? Dua tahun perjalanan, bersama-sama cukup kan buat kita menjadi pribadi yang lebih baik? Sosok kakak yang wajib untuk dicontoh. Terimakasih sudah menjadi teladan bagi adik-adik. Maaf untuk tidak bisa memenuhi kehadiran melampaui batas kehadiranmu. PMWI ini milikmu juga, terimakasih sudah ikut-ikutan menjaganya.

Wahyi Dwi Ulfa
Kalau di HIMA ada nominasi “Woman of this YEAR” bisa panggil nama Wahyi tiga kali. Potensi alay-nya yang sudah melebihi kadar maksimal kadang menjengkelkan. Kadang dirindukan juga. Orang Jawa Timur ini memang frontal kalau menyampaikan maksud. Tapi saya senang mendengarnya. Membuat kita terus berbenah dan mencari-cari apa yang salah? Mana yang masih perlu untuk diperbaiki?

Wahyi Dwi, perjalanan kita dua tahun di HIMA sangat mengandung arti mendalam. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari sosok-mu. Tapi bukan alay-nya. Jika manusia di dunia ini ‘diambil’ dan saya diberikan kesempatan untuk mempertahankan satu orang saja, Wahyi yang akan saya tunjuk. Dia mempunyai kemampuan memimpin yang luar biasa. Tegas bukan hanya sok tegas. Pengaruhnya membuat organisasi menjadi sedap karena dibumbui dengan hal-hal yang luar biasa dan bercampur aduk di dalamnya. Maka tidak salah kalau banyak mata yang melirik seorang Wahyi untuk membuat sebuah tempat menjadi lebih terang. Terimakasih Wahyi telah menyempatkan diri untuk selalu hadir di HIMA dan menemani saya. Maaf untuk kerja saya yang kurang profesional karena banyak faktor yang kamu pun tahu. Jangan bosan memberi semangat dan nasehat, bahkan ketika saya sedang buruk suasana hatinya! Selamat melanjutkan perjalanan dengan kendaraan yang telah berganti!

Rohmah Nurhuda
Jika diperkenankan, saya akan mengungkapkan sebuah rahasia. Rohmah bukan perempuan. Bukan perempuan biasa yang semaunya ada dan semaunya menghilang. Rohmah perempuan paling kuat karena tidak pernah mengeluarkan air mata untuk hal-hal cengeng, menguras hati dan menyedihkan sekalipun.

Dia bukan lampu pijar yang nyalanya terang, lalu memberikan cahaya pada setiap sudut ruangan. Dia bukan juga lampu kota yang berdiri gagah menjulang lalu menunjukkan kecantikannya di tengah cahaya remang. Dia lilin yang berpendar. Selalu ada ketika dibutuhkan, dicari-cari dalam kegelapan, romantis dan menimbulkan kesan mendalam. Semoga berkenan menjadi teman perjalanan untuk selalu belajar. Rohmah harus selalu tampil dimana saja. Jangan tenggelam-tenggelam. Jagalah keceriaanmu kepada setiap wajah yang menyapamu dari pagi hingga petang. Jangan capek-capek seperti itu! Terimakasih telah acuh kepada saya, teman-teman yang lain, dan HIMA tentunya. Maaf untuk sikap yang kadang keterlaluan, kadang berebihan.


Fajar, Ilham, Wahyi, Rohmah, Rufaida, Hana, Khilsa, Azkia, Indita dan Azis.. Senang bertemu kalian.. selamat datang dikesengajaan yang di-IKHTIAR-kan.

Saya manusia yang demikian berusaha mendekati kata sempurna tak pernah lepas dari salah dan lupa. Mohon maaf bagi banyak hati yang merasa tidak nyaman dengan sikap, perilaku, tutur kata, dan keras kepalanya saya. Mohon maaf untuk waktu yang tidak dapat saya manfaatkan dengan baik. 

Semoga di tahun-tahun kedepan HIMA kita akan selalu menjadi HIMA yang terbaik.

Ingat, bukan hasil yang menentukan keberhasilan kita. Akan tetapi proses belajar yang panjang dan membelajarkan. Manfaatkan setiap momen kebersamaan, karena ketika momen itu telah menjadi kenangan kita tidak dapat mengubahnya lagi. Kita adalah apa yang paling kita inginkan untuk “menjadi”. Dalam proses menemukan jati diri, ada-ada saya rambu-rambu yang mesti kita patuhi. Ketika kita melanggar, hukuman membawa hikmah yang begitu berarti. Gunakan agama sebagai pegangan dalam memberikan kebijakan. Satu kalimat yang semoga dapat menguatkan kalian, “Dimana bumi berpijak, disana bumi berpihak”. Dimana kalian menepakkan kaki, disanalah amanah dan tanggung jawab yang besar datang. Bukan untuk menjadikanmu manusia lemah, akan tetapi untuk menjadikanmu manusia yang kaya akan hikmah.

Para pengganti, perjalanan kita tidak akan pernah cukup untuk membuat kita menjadi manusia sempurna. Penting untuk selalu melakukan yang terbaik. Mari kita berjalan bersama-sama, bukan dengan mata tertutup, tapi dengan mata terbuka agar kita lebih peka dalam melihat fenomena dan menikmati permainan dunia dengan segala skenario dan drama. Kebersamaan tidak sesederhana berapa kali kita bertemu dan bertatap muka, kebersamaan adalah cara kita merasa nyaman dalam organisasi sesederhana HIMA. Selalu tinggalkan jejak dimanapun kalian berada! Bertebaranlah dimuka Bumi, biarkan diri menemu lebih banyak lagi makna.

Yogyakarta, 13 Januari 2014
Kepala Divisi PMWI


Pipit Septiani 

Kamis, 29 Januari 2015

Kisah Inspiratif: "Dibalik Klewer"


Beberapa hari yang lalu saya mendengarkan kisah miris dari kakak saya yang bekerja di sebuah perusahaan kredit mobil besar sebagai kasir setoran tunai. Masih ingat kejadian kecil (jika menurut anda kecil), terbakarnya Pasar Klewer? Ternyata ada tragedi yang memilukan dibalik peristiwa itu. Cerita ini didengar langsung dari para pedagang yang memiliki kios di Pasar Klewer dan menjadi korban kerugian yang sangat besar (mencapai angka 450 juta rupiah).

Malam hari, Pasar Klewer, pasar yang paling ramai dikunjungi, bahkan peredaran uang perhari rata-rata 250 juta rupiah, asar yang menjadi pusat tekstil terutama batik terkenal dan terbesar se-Asia Tenggara dilalap si Jago Merah (Jago Merah-Api besar, metafora yang sering muncul pada soal-soal bahasa Indonesia Sekolah Dasar). Peristiwa ini terjadi pada tahun baru 2015, dimana semua pedagang telah siap menaruh stok barang dagangan lebih banyak daripada hari biasa di kios-kiosnya.

Saat terjadi kebakaran, lalu lintas sekitar Pasar Klewer sangat padat. Mengingat di alun-alun kraton sedang ada Sekaten (pasar malam) yang dipenuhi banyak pengunjung, mobil-mobil memenuhi jalan, lalu lalang orang berjalan kaki turut membuncahi keramaian, mobil pemadam kebakaran yang dikerahkan untuk memadamkan api Pasar Klewer mengalami kesulitan karena terjebak macet. Ketika mobil pemadam itu tiba, api sudah sangat membesar dan menyebar, sebelum akhirnya jembatan penghubung antara gedung 1 dengan gedung 2 dihancurkan. Gedung 2 pun terselamatkan, naasnya, gedung 1 ludes terlalap ganasnya Jago Merah.

Sebelum terjadi kebakaran, penduduk sekitar melihat empat orang memasuki pasar tanpa dihadang oleh satpam yang bertugas. Selang beberapa menit, pasar terbakar. Hal ganjil ini membuat penduduk sekitar dan pedagang membentuk prasangka buruk. Mengingat, beberapa tahun silam, peristiwa yang sama terjadi di Pasar “P”, konon pasar itu dibakar karena para pedagang tidak menerima kesepakatan antara pemerintah dengan pedagang. Sebelumnya para pedagang di Pasar Klewer mengaku, menolak instruksi pemerintah untuk merekonstruksi bangunan pasar yang sudah lama berdiri itu. Awalnya para pedagang juga mengalami ketakutan kalau-kalau mereka akan bernasib sama seperti peristiwa yang terjadi di Pasar “P”. Namun mengingat ramainya penjualan ketika musim liburan awal tahun ini menepis ketakutan para pedagang. Sayang, ketakutan itu malah menjadi kenyataan.

“Orang-orang bilang saya berdiri di depan kios saya tiga hari tidak beranjak, tidak makan, bahkan tidak minum, bergerakpun tidak. Saya sudah dipanggil-panggil orang-orang buat disuruh pulang, tapi katanya saya tidak merespon apapun. Bahkan kalau saat itu ada orang yang mengiris urat nadi saya, mungkin tidak akan berasa sakitnya. Saya seperti patung. Baru setelah tiga hari berlalu saya pulang ke rumah dengan sendirinya. Mandi. Kemudian teringat utang saya di sini (perusahaan kredit mobil), lalu saya ke sini, tempat ini lah yang pertama saya kunjungi setelah sadar”. Ungkapan panjang salah seorang pedagang yang mengisahkan ceritanya kepada kakak saya yang bekerja sebagai kasir di perusahaan tersebut.

Para pedagang melarang para istri untuk menengok kios mereka. Bisa dibayangkan suasana yang pecah karena suara tangisan jika para istri melihat betapa malangnya nasib barang dagangan mereka ketika menjadi sisa-sisa kebakaran.

Pasar sementara yang dibuat pemerintah sebagai solusi peristiwa tersebut ternyata nihil. Tidak memiliki dampak menyembuhkan, melainkan malah menoreh luka yang semakin dalam para pedagang. Para pedagang harus membayar sewa sebesar 2 juta rupiah tiap bulan untuk sewa kios, belum lagi kios yang disebut pasar sementara itu ternyata hanya berupa petak-petak. Kebanyakan pedagang memilih melanjutkan kehidupan dengan memandang ke depan. Mereka sudah tidak bisa lagi merenggut masa lalu. Mereka berjualan dengan mobil pick-up di pinggiran alun-alun kraton dengan biaya parkir kendaraan mencapai 25 ribu rupiah per harinya.

“Sama dengan membunuh orang kecil. Sudah ditindas, diinjak-injak. Ya nggak ada yang mau lah nyewa pasar sementara 2 juta per bulan. Ini aja dagang pakai mobil pick-up kita disuruh bayar parkir 25 ribu rupiah per hari. Padahal bantuan dari pusat angkanya banyak, belum lagi sumbangan dari donatur dan bank-bank. Entah dikemanakan uang itu. Yang jelas kami tidak merasakan dampaknya sama sekali. Padahal kami juga harus ngasih upah untuk pegawai, bayar bensin, bayar sekolah”, lanjut salah seroang pedagang menuturkan keluh kesahnya di perusahaan kredit mobil tersebut.

“Saya jual mobil Terrios saya, mungkin harganya sekitar 250 juta rupiah. Bisa buat modal awal lagi. Saya bilang ke istri saya, daripada meratapi masa lalu kita tidak akan maju-maju. Jual mobil saja buat modal awal. Kita buka lapak kayak dulu. Dirumah masih ada stok yang lumayan, bisa nambah modal. Nanti jualnya pakai mobil pick-up kayak orang-orang. Sedikit-sedikit untungnya dikumpulkan lagi. Nanti juga jadi banyak. Kita harus pilih mau maju apa nangisin masa lalu. Mau bangun usaha lagi apa terpuruk. Kita yang menentukan” Ucap salah seorang pedagang dengan penuh tanda-tanda ketegaran.

Luar biasa kisah dibalik terbakarnya Pasar Klewer. Mereka yang diberi ujian ternyata bukan orang-orang yang memiliki nyali biasa saja. Mereka luar biasa. Mereka mampu bangkit setelah jatuh tersungkur terinjak-injak penguasa. Mereka pedagang yang pasti akan sukses di masa depan! Motivasi terbesar mereka adalah keluarga. Mereka harus memulai usaha tanpa bergantung pada kaki para penguasa yang tidak memiliki nurani. Mereka harus bernegoisasi dengan waktu dan kesempatan baru untuk mulai menjalani bisnis baru, dari titik minus. Kalian adalah inspirator sederhana yang membuat saya sebagai pemuda terbakar kembali semangatnya untuk melakukan pembaharuan. Semangat perubahan! Untuk Indonesia yang berdikari, tak bersembunyi di balik kaki penguasa tahta. [Pipit Septiani]