Stars

Bintang adalah nama lain dari keindahan. Bagi siapa yang menguping pada angin yang berbisik takdir kepada sang langit, maka ia akan tahu rahasia besar bintang. Sebagai obat rindu.

Moon

Bulan adalah lambang kesetiaan. Sama seperti bintang ketika mengitari. Ia tak pernah ingkar janji dan akan selalu beredar. Sayang, kadang remang, kadang bersinar terang sekali. Kadang bulat utuh, kadang sabit sekali. Waktu adalah nyali keutuhan. Dimana dia berlindung, disana rahasia hati mengitari.

Rain

Hujan adalah rahasia besar. Tidak ada yang tahu kapan akan tiba dan kapan akan berhenti. Apakah datangya mengundang gemuruh langit atau hanya menyusuri lembut kulit. Tapi kesakitan hujan dapat membuat rindu menyeruak. Tak akan ada yang bisa menolongmu. Selain naungan tinggi dari Sang Maha.

Metamorfose

Kita adalah hasil dari metamorfose. Hanya kita yang tahu, siapa dan apa saja yang terlibat dalam proses pendewasaan diri kita masing-masing. Bagian dari Rahasia.

Ocean

Tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam sana. Entah arus yang mematikan atau ikan-ikan menakjubkan yang tenang berenang.

Minggu, 31 Agustus 2014

Perantara Hati



Sebentar lagi formasi kelahiranku akan nampak benderang menerangi, dan memasang kilat-kilat cahya harapan yang selama ini bersembunyi di balik formasi lainnya.

Aku ketukkan berkali-kali ke dalam asa, hal murni yang kalut mengganggu tidurku. Aku tak bangga masih memimpikanmu. Bahkan jika saja dapat aku jilat tenggorokanku, akan aku makan perasaan-perasaan yang haus menyiksaku. Berbait-bait aku nyalakan disini. Lewat keluhan yang paling tidak engkau sukai. Jangankan remuk, hati ini seperti menjadi butiran debu, kembali ke asalnya lagi.

Kenali kelemahanku lebih, kau akan dapatkan aku sosok yang lebih dari apa yang engkau bayangkan. Jika saja aku tak mengenal Tuhan, aku akan menjadi aku yang tak berbentuk. Bukan lagi titik paling terang di formasi bulan kelahiranku nanti.

Setumpuk benci kini semakin menjadi rindu. Aku tidak tahu bedanya dulu dengan sekarang. Bolehkan jatuh cinta dengan orang yang sama sebanyak dua kali? Apa aku terlalu muluk mengharapkanmmu? Jadi yang engkau berik tanda relung kekosongan ini apa namanya? Jadi yang tiap hari membuatku muak dan rasanya ingin selalu muntah ini apa namanya?


Bukan hanya aku yang menginginkanmu, karna ini jelas. Harusnya kau juga tahu.
Bahkan aku berusaha untuk jatuh cinta pada orang lain, bukan pada seonggok kamu.
Ketakutan ini membentak seraya berteriak. Belum pasti dia yang aku jatuh cintai lebih baik dari sosokmu!!

Bukan hanya aku yang tiap kali mendengar sayup, menyematkan namamu dalam doa-doa sederhana.
Bahkan aku berusaha meyakinkan diri betapa Tuhan Maha Membuka Jalan. Tapi aku tak pernah tau, doa siapa yang akan dikabulkan.
Ketakutan ini mencerca seraya berteriak. Belum pasti apa yang engkau inginkan adalah yang terbaik bagimu!!!

Jadi, aku tak tahu harus bagaimana.
Mencari orang lain untuk aku jatuh cintai, tapi harus bersiap untu mengulang ini lagi, atau
Menunggumu.. meski kau memasang jarak, meski kau berulang kali mengingatkanku, perjalanan kita masih jauh.

Apa yang kau lamunkan akan menjadi suratanku, ingatlah angin, adalah perantara hati yang menyejukkan.
Berilah pertanda lebih banyak. Agar aku tahu, aku harus bagaimana!

Rabu, 20 Agustus 2014

Jejak-jejak



Beberapa kali menoleh kanan dan kiri
Seharusnya untuk kini dan seterusnya aku tak mengikuti jejak-jejak ini lagi
Nampak dari kejauhan seperti orang kebingungan
Aku yakin tampangku kini tak mudah dideskripsikan

Pasang jauh-jauh mata awas dari sinyal perbedaan kita. Kau nampak seperti kau yang kukenal. Anehnya aku tidak ingin lagi mengulang, memaut, mengatur, mencipta, menelusuri jejak-jejak seperti ini lagi. Kau tau? Jatuh cinta tidak mudah, bagiku, setidaknya mungkin bagimu juga.

Aku tidak mengenal asalmu dari atas kah dari bawah kah. Janjiku adalah janji Tuhan kepada semua-ua umat yang memasang batasan, bahkan batasan pada sebuah perasaan yang aneh nyalanya.
Aku tidak ingin sok religius atau terlihat alim dihadapanmu, tapi mintalah Tuhan mempertemukan kita agar kita jelas. Aku kadang lelah merasa sendirian berdoa, merasa sendirian berjuang. Seharusnya kau juga turut bersama bait-bait kesunyian yang menghambur-hamburkan keluhanku pada-Nya.

Perjalanan ini sungguh kunikmati. Sampai-sampai aku tak tahu lantas aku harus bagaimana menghindari pertanda? Apa aku harus membangun tangga kelangit untuk melihat cahaya? Ataukah aku harus membelakangi Matahari agar aku bisa melihat Pelangi? Bias cahaya yang menentramkan semua-ua manusia. Tapi jika tak siap menerima, pasti akan kesilauan juga.



Selasa, 12 Agustus 2014

Langit Berjarak dengan Bumi Berpijak






Hari ini aku menyadari sesuatu.

Waktu begitu cepat meninggalkan kita yang tidak mau momen segera berakhir. Waktu begitu angkuh dan tak sabar melaju hingga dia meninggalkan wajah-wajah kelelahan kita dan menjauh setiap detiknya.

Tik. Tak. Tik. Tak. Tik. Tak.

Denting, dentang jarum jam dinding menelusuh keji, merasuki otak yang tak karuan bentuknya ini. Aku selalu punya janji dengan-Mu ya Allah. Kita harus bertemu 5 waktu. Kau memberiku kelima waktu pribadi. Ketika aku sampai di satu waktu, aku ingin segera berlari ke waktu yang kedua. Begitu seterusnya hingga aku melewatkan lima waktu dan melalui hari-hari beratku.

Aku menyadari sesuatu..


Aku sibuk dengan dunia yang semakin buru-buru meninggalkanku. Usiaku 20, tahun ini. Menghitung hari, dan tepat di ulang tahunku yang ke-20 nanti, aku pasti akan bertanya-tanya, berapa sisa waktu yang kumiliki di dunia ini?

Tik. Tak. Tik. Tak. Tik. Tak.


Waktu berlari begitu cepat ketika udara segar seperti buru-buru ingin menelan.
Waktu berlalu begitu lambat ketika udara kotor seperti buru-buru menelantarkan.
Mesin seperti apa yang menggerakkan detik-detik jam sedunia dengan seragam, seirama dengan detak jantung?

Aku berada di ruang tunggu pasien, setelah seharian melihat sosok yang aku banggakan lemas tak berdaya.

Bagaimana bisa aku tahan dengan keadaan ini?

Baru saja Ibu sembuh dari sakitnya. Sekarang Ayah.




Asma.

Aku juga punya penyakit itu. Penyakit yang dibawa Ayah. Penderita Asma akan menurunkan penyakitnya kepada anak-anaknya. Dan ya. Aku mendapat itu dari Ayah.
Aku menemaninya menemui dokter. Dia berbaring di tempat tidur pasien dengan napas mengi. Dokter tanggap memasang alat bantu pernapasan. Hatiku dagdigdug luarbiasa. Aku menatap ke arah jam dinding yang suara detakannya jelas. Mengganggu. Dokter meminta Ayah dirujuk kerumah sakit. Tentu, Ayahku tak mau. Beliau memikirkan biayanya.

Kenapa aku merasakan detik yang begitu kuat menderma?

Dia kejam saat aku benar-benar merasa tidak ingin kehilangan.


Siapapun.



Aku memikirkan kenapa sehabis Ibu pasti Ayah? Kenapa sehabis Ayah pasti Ibu? Apa mereka begitu harus bersama? Bahkan dalam hal seperti ini?
Aku sadar mereka menua.
Aku tau mereka akan mati. Sama sepertiku.
Tapi aku tidak bisa menjamin, lebih dulu siapa diantara kami.
Aku ingin melihat mereka berdua hidup lebih lama. Sumpah mereka manusia terkuat yang pernah aku temui. Sungguh bukan karena mereka adalah orang tuaku.
Aku bukannya takut mati. Aku hanya takut kehilangan. Entah takut aku kehilangan atau takut kalian kehilangan.


Satu diantara kita pasti akan pergi lebih dulu. Dan yang bisa mempertemukan kita lagi adalah keabadian.

Kehidupan setelah kematian. Aku memanggilnya keabadian.

Aku tidak mau protes berapa dosa-dosa yang telah aku perbuat sejak aku dilahirkan. Aku tau aku dulu itu apa. Aku dulu itu siapa. Dan bagaimana aku berproses dengan sangat tidak mudah.

Jalan yang bukan hanya tersenggal-senggal tapi juga berbatu dan menukik tajam. Aku tidak tahu harus tetap dipersimpangan atau tentukan arah berdasarkan mata angin.
Aku belajar bertanya bilamana tersesat dijalan.

Satu dua orang tak memberiku arah yang tepat, hingga aku tercebur kedalam selokan yang menjijikan.

Aku berjarak dengan langit, bahkan bumi tempatku berpijak. Tapi tak satupun mereka menghardikku dengan cara menurunkan hukuman yang menurut beberapa orang mungkin akan menyakitkan. Aku dihukum dengan cara yang menurutku indah.

Aku sangat spontan menjawab takdir ketika dia memilihku untuk tetap berseteru dengan jarak langit dan bumi. Dan yang aku terima beribu juta kebaikan.

Betapa sakti anakmu ini Bu, Pak,

Banyak menoleh tapi tak banyak dilihat.

Banyak bersuara tapi hanya lewat tulisan.

Banyak didosa tapi punya cara kembali yang tepat.

Aku tidak tahu mau sampai kapan didunia yang hanya sementara ini.



Jika dari kalian ingin merasa akrab dengan waktu yang menolak untuk kembali pada sedetik yang ditinggalkan, maka..
Rasakanlah dentangnya..


Tik. Tak. Tik. Tak. Tik. Tak.


Bagaimana jika nantinya..

Cita-citaku hanya bisa aku peluk ketika aku telah—kembali?

Bagaimana jika nantinya..

Aku dan mereka tidak bisa bertemu di tempat yang semua orang ingin—menuju?
Entah karna aku yang tak pantas atau—aku tidak ingin mereka yang tidak pantas.

Murni menyusun batu-batu besar yang menghalangi jalan raya agar aku bisa membentengi diri dari serangan takdir tiba-tiba.. tapi aku tak bisa bertahan lebih lama dan bersekutu dengan detik bersyarat dalih-dalih keduniaan. Akhirnya aku rombak lagi dan benarkan seperti semula.


Lambat laun semua menjauh.

Detik menjauh. Hari semakin cepat.

Langit berkabut, gelap, dingin, Matahari kehabisan daya. Bulan menjauh beberapa senti 
dari Bumi. Bumi mengalami pemepatan ditengah hingga kutub Utara dan Selatan berdekatan.

Tau pertanda apa itu?

Dunia sudah dekat dengan hari akhir.


Bukan aku membicarakan kecemasanku pada mereka. Ini murni hal yang tidak aku rencanakan untuk dituliskan. Mengalir tiba-tiba dan menjengkelkan sekali karna pukul segini seharusnya aku telah mengistirahatkan seluruh tubuh.

Bukan juga aku membicarakan kebahagiaan yang selama ini orang-orang idamkan. Bahkan membayangkan saja aku telah merasa, bahkan apa yang selama ini berat untuk aku rasakan.

Bukan karna aku membicarakan langit dan bumi, dan bagaimana Tuhan memberikan jarak diantara keduanya. Karna banyak orang yang telah lebih dulu tahu, seberapa akrabnya dunia dan akhirat itu.

Bahkan aku selalu terbayang sangkakala malaikat yang tak disangka begitu dahsyatnya, sampai kita tak sadar kalau kita ternyata selama ini tinggal didalamnya.

Adab turun dengan hati getir dan gelak canda kini menjadi butir introspeksi.
Remang memburuku dalam diam dan renungan panjang menyangkupi.
Aku ambil saksi dalam tiap teriakan detik.
Gelora ini bukan tentan asa cinta benci dan perasaan lain yang meliputi.
Hanya satu alasan yang tak ingin aku jadikan alasan untuk terus dan kenapa tidak berhenti.



Mereka.

Ayah, Ibu. Aku menyayangimu. Sepenuh-ah

bahkan aku tidak tau sepenuh apa.

Selasa, 05 Agustus 2014

Gagal membuat Skenario

Satu bangunan dirubuhkan lagi.
Nyatanya kembang hanya indah di pandang~ tak manis rasanya. Lain seperti caraku melihatmu malam itu. Di gedung yang terus menerus menggelayuti awakku.

Begitu nampak seperti rembulan. Teduh ku pandang.. Remang cahayanya.
Hatiku membeku. Tentu saja. Saat itu..
Tapi ini adalah saat ini... Lain cerita.

Perhatikan sekeliling.
Ada berapa banyak orang yang hanyut dalam derasnya perasaan? Tak kalah Hujan, dia Deras. Perasaan Mendayu. Galau. Sampai-sampai kata cinta yang mampu mendeskripsikan segala itu tertahan di tenggorokan. Meminta untuk dikeluarkan-tapi tuannya tak mampu.
Duh
Kasian, kan?

Perhatikan sekeliling.
Apa bumi menolak ketika rintik hujan memukul-mukul tanah hingga meresap ke dalam inti?
Apa udara dapat menembus langit?

Ah kata-kata ini tak lagi penting

Untuk Aku.






Terang dan sehabis ini tidak akan ada apa-apa lagi.

Kasar dan tak perlu ditambah apa-apa lagi.

Seperti berjalan mendaki gunung tertinggi. Tanpa perbekalan. Tanpa segendul minuman.  

Jalannya menukik dan dehidrasi bukan berarti apa-apa lagi.

Seperti mengisap kaktus di gurun tandus. Tidak ada apa-apanya lagi.

Panas yang tak tanggung-tanggung menguliti habis seluruh tubuh.

Rasanya terik tak pernah berhenti mengitari.

Hadirmu mendelik. Terlalu sial tak siap aku untuk digampari.

Bayanganmu tak berbadan. Anehnya selalu dapat dengan jelas aku amati.
Bayanganku tenggelam dalam lamunan. Tak kosong, ini hasil pikir panjang.
Tak disangka ternyata yang selama ini aku genggam hanya tanah ompong.
Tak disangka ternyata yang selama ini aku junjung hanya omong kosong.

Pikir lagi,

Jatuh cinta dengan orang yang engkau kagumi? Yakin itu namanya cinta? Seperti kebanyakan orang yang sama-sama kagum dengan orang yang engkau jatuh cintai? Yakin itu namanya cinta? Atau hanya kagum?

Hah. Sia-sia.

Jangan-jangan ini hanya perasaan kekaguman? Jangan-jangan ini hanya perasaan suka biasa?
Yang mana yang rasanya cinta? Engkau sakit atau engkau terkagum-kagum dengan pesonanya. Kehilangan akal sehat??

AH mual aku. Lebih betah bicara angka daripada pusing karna huruf.

Ini bulan ke delapan. Ini tanggal ke lima. Ini tahun ke dua ribu empat belas. Ini semester ke lima.
Lebih mudah bicara angka kan?
Sedangkan yang tak aku mengerti tentang apa-apa membuatku harus mengenal tari-tari a-b-c-d—z.

Sakit ya sakit tapi itu kan bukan apa-apa.


Bagaimana jika..
Kita tidak bisa melihat surga.. bahkan mencium baunya??

Jadi jika yang selama ini aku pandangi adalah kenyataan yang mengharuskanku untuk berpaling darinya.. maka..

Ajari aku memeluknya disurga-Mu kelak.

Ajari aku untuk betah dengan rasa panas duniawi untuk mengejar surga- yang banyak orang damba-dambakan. Ajari aku untuk tahan dalam setiap dekap rindu, delik, desah, dera, duka, dahaga, duga, damba, derma, dakwa, dan detik yang menelan mentah-mentah keabadian.

Lagi,

Seperti berjalan diatas gurun pasir tandus, tanpa alas kaki. Tanpa perbekalan. Tanpa segendul air.
Teriknya menguliti.

Sungguh ini duniawi yang penuh fatamorgana.

Tanpa api disembur dari nyala bebatuan, tanpa suara-suara pekikan meminta untuk dihabisi sesegera mungkin, tanpa berita-berita tentang adanya kanan dan kiri, adanya Tuhan yang Maha dengan tuhan yang tiri, adanya kisah dan adanya kasih.. Tanpa berita-berita itu, maka

Kita dan bayangan yang menghujat kita akan bertingkah semaunya.

Mencintai semaunya.

Mengasihi semaunya.

Menyukai semaunya.

Memuji semaunya.

Memberi semaunya.

Memiliki semaunya.


Lain.

Jika kita punya telinga dan banyak mendengar tentang berita-berita yang dibukukan dalam AL-Quran., maka kita dan bayangan yang menghujat kita akan bertingkah seolah kita:

Mencintai semuanya.

Mengasihi semuanya.

Menyukai semuanya.

Memuji semuanya.

Memberi semuanya.

Memiliki semuanya.

Tak adil rasanya jika perasaan yang orang sebut cinta ini, seutuhnya kita berikan hanya untuk seorang manusia yang entah bisa mendengar melihat dan merasa atau—tidak.
Jika kita mencintai manusia, cintai semuanya. Jika kita mencintai semuanya, kita dicintai Tuhan. Jika kita dicintai Tuhan, maka Tuhan akan menuntun kita untuk menuju surga-Nya—yang dijanjikan. Jika kita memasuki surga-Nya maka, kita bebas memeluk dia yang selama ini hanya bisa kita rengkuh dalam sekejap mata.

Jadi, ada alasan lagi untuk patah hati??


Tidak.

Karna terik panas dunia hanya sementara. Sama seperti sakit hatimu yang hanya sementara.
Tidak ada alasan untuk cinta. Tidak ada alasan untuk tidak cinta. Tuhan mencipta hati dengan sungguh-sungguh, penuhi dengan ketulusan.. maka insyaAllah jalan cinta dan cita-cita kita akan mulus. Dengan syarat: 





Selalu mengaharapkan Ridha-Nya.

Ini nasihat untuk diri.