Terang dan sehabis ini tidak akan ada apa-apa lagi.
Kasar dan tak perlu ditambah apa-apa lagi.
Seperti berjalan mendaki gunung tertinggi. Tanpa perbekalan.
Tanpa segendul minuman.
Jalannya menukik dan dehidrasi bukan berarti apa-apa lagi.
Seperti mengisap kaktus di gurun tandus. Tidak ada
apa-apanya lagi.
Panas yang tak tanggung-tanggung menguliti habis seluruh
tubuh.
Rasanya terik tak pernah berhenti mengitari.
Hadirmu mendelik. Terlalu sial tak siap aku untuk digampari.
Bayanganmu tak berbadan. Anehnya selalu dapat dengan jelas
aku amati.
Bayanganku tenggelam dalam lamunan. Tak kosong, ini hasil
pikir panjang.
Tak disangka ternyata yang selama ini aku genggam hanya
tanah ompong.
Tak disangka ternyata yang selama ini aku junjung hanya
omong kosong.
Pikir lagi,
Jatuh cinta dengan orang yang engkau kagumi? Yakin itu
namanya cinta? Seperti kebanyakan orang yang sama-sama kagum dengan orang yang
engkau jatuh cintai? Yakin itu namanya cinta? Atau hanya kagum?
Hah. Sia-sia.
Jangan-jangan ini hanya perasaan kekaguman? Jangan-jangan
ini hanya perasaan suka biasa?
Yang mana yang rasanya cinta? Engkau sakit atau engkau
terkagum-kagum dengan pesonanya. Kehilangan akal sehat??
AH mual aku. Lebih betah bicara angka daripada pusing karna
huruf.
Ini bulan ke delapan. Ini tanggal ke lima. Ini tahun ke dua
ribu empat belas. Ini semester ke lima.
Lebih mudah bicara angka kan?
Sedangkan yang tak aku mengerti tentang apa-apa membuatku
harus mengenal tari-tari a-b-c-d—z.
Sakit ya sakit tapi itu kan bukan apa-apa.
Bagaimana jika..
Kita tidak bisa melihat surga.. bahkan mencium baunya??
Jadi jika yang selama ini aku pandangi adalah kenyataan yang
mengharuskanku untuk berpaling darinya.. maka..
Ajari aku memeluknya disurga-Mu kelak.
Ajari aku untuk betah dengan rasa panas duniawi untuk
mengejar surga- yang banyak orang damba-dambakan. Ajari aku untuk tahan dalam
setiap dekap rindu, delik, desah, dera, duka, dahaga, duga, damba, derma,
dakwa, dan detik yang menelan mentah-mentah keabadian.
Lagi,
Seperti berjalan diatas gurun pasir tandus, tanpa alas kaki.
Tanpa perbekalan. Tanpa segendul air.
Teriknya menguliti.
Sungguh ini duniawi yang penuh fatamorgana.
Tanpa api disembur dari nyala bebatuan, tanpa suara-suara
pekikan meminta untuk dihabisi sesegera mungkin, tanpa berita-berita tentang
adanya kanan dan kiri, adanya Tuhan yang Maha dengan tuhan yang tiri, adanya
kisah dan adanya kasih.. Tanpa berita-berita itu, maka
Kita dan bayangan yang menghujat kita akan bertingkah
semaunya.
Mencintai semaunya.
Mengasihi semaunya.
Menyukai semaunya.
Memuji semaunya.
Memberi semaunya.
Memiliki semaunya.
Lain.
Jika kita punya telinga dan banyak mendengar tentang
berita-berita yang dibukukan dalam AL-Quran., maka kita dan bayangan yang
menghujat kita akan bertingkah seolah kita:
Mencintai semuanya.
Mengasihi semuanya.
Menyukai semuanya.
Memuji semuanya.
Memberi semuanya.
Memiliki semuanya.
Tak adil rasanya jika perasaan yang orang sebut cinta ini,
seutuhnya kita berikan hanya untuk seorang manusia yang entah bisa mendengar
melihat dan merasa atau—tidak.
Jika kita mencintai manusia, cintai semuanya. Jika kita
mencintai semuanya, kita dicintai Tuhan. Jika kita dicintai Tuhan, maka Tuhan
akan menuntun kita untuk menuju surga-Nya—yang dijanjikan. Jika kita memasuki
surga-Nya maka, kita bebas memeluk dia yang selama ini hanya bisa kita rengkuh
dalam sekejap mata.
Jadi, ada alasan lagi untuk patah hati??
Tidak.
Karna terik panas dunia hanya sementara. Sama seperti sakit
hatimu yang hanya sementara.
Tidak ada alasan untuk cinta. Tidak ada alasan untuk tidak
cinta. Tuhan mencipta hati dengan sungguh-sungguh, penuhi dengan ketulusan..
maka insyaAllah jalan cinta dan cita-cita kita akan mulus. Dengan syarat:
Selalu mengaharapkan Ridha-Nya.
Ini nasihat untuk diri.
0 komentar:
Posting Komentar